Kasih Itu

Sabar, Murah Hati, Tidak Cemburu, Tidak Memegahkan Diri, Tidak Sombong, Tidak Melakukan Yang Tidak Sopan, Tidak Mencari Keuntungan Diri Sendiri, Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain, Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan, Menutupi Segala Sesuatu, Percaya Segala Sesuatu, Mengharapkan Segala Sesuatu, Sabar Menanggung Segala Sesuatu.

Minggu, 11 November 2007

Pemekaran PKR, Perlu Pengelolaan Kolaboratif

by Hartono

PONTIANAK—Beberapa kabupaten yang akan dimekarkan menjadi wilayah Provinsi Kapuas Raya (PKR) di Timur Kalbar adalah kawasan Heart of Borneo (HoB) dan juga paru-paru dunia. Karena itu pemerintah hendaknya lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan pembangunan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) pendukung kelangsungan provinsi tersebut.
Demikian diingatkan dua Non Government Organization (NGO) lingkungan di Kalbar, Jumat (9/10) kemarin.
“Yang harus di ingat pemerintah adalah prinsip kehati-Hatian, dengan kata lain, pemerintah harus memperhatikan hak masyarakat adat atau local atas akses dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan,” kata Koordinator Program HoB, WWF Kalbar Bambang Bider.
Menurutnya pemekaran sah-sah saja dan baik adanya. Sebab pemekaran suatu wilayah dapat memberikan konstribusi bagi masyarakat, terutama untuk memperpendek rentang masyarakat dalam urusan administrasi. Kemudian juga pemerataan pembangunan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri.
“Jang penting juga adanya pembagian atau pemerataan keuntungan yang transparan dan menguntungkan,” kata Bambang yang juga Sekretaris Pokja HoB Kalbar.
Beberapa prinsip kehati-hatian yang harus diperhatikan kata Bambang adalah adanya pola kerja sama multi pihak seperti pemerintah nasional, pemerintah daerah, LSM, pelaku usaha dan kelompok masyarakat adat atau lokal. Yang kedua upaya advokasi pengelolaan kolaboratif kepada penentu kebijakan dan pihak lain yang di dalamnya mencakup pemahaman tentang pembagian manfaat secara adil, proses pengambilan keputusan yang demokratis dan bertanggung jawab serta keseimbangan antara aspek kesejahteraan masyarakat dan pelestarian kawasan konservasi. Ketiga adanya visi bersama multi pihak tentang kebijakan pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan aspek ekologi, social dan hukum untuk kesejahteraan masyarakat sekarang dan generasi mendatang. Keempat upaya membangun kesepakatan penyelesaian konflik, termasuk di dalamnya mekanisme dan kelembagaan yang dapat diterima dan dipahami oleh budaya masyarakat setempat. Kelima, kajian lingkungan dan pengembangan kebijakan pembayaran atas jasa-jasa lingkungan (Payment for Environmental Services) yang disusun dan dilaksanakan secara partisipatif dan pendekatan multi pihak. Keenam, didorongnya kebijakan alokasi anggaran nasional dan daerah-daerah yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor budget policy).
Di tempat terpisah, Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendi Chandra berkomentar lebih keras. Dia memberi warning kepada pemerintah agar tidak menjadikan kelapa sawit sebagai komoditi andalan lagi dalam menggenjot pendapatan daerah, khususnya di PKR nanti.
Dari pengalaman yang ada Hendi melihat kalau Dinas terkait lebih sering menjadi fasilitator yang hanya bisa menjual lahan kepada investor.
“Mengapa tidak mengembangkan komoditi lain?” kata Hendi.
Selama ini lanjutnya, investor lebih banyak bermain dengan pemerintah. Sehingga persoalan lingkungan sering diabaikan.
Dari pengalaman ini menurut Hendi fungsi kontrol sosial harus dibangun untuk mengantisipasi supaya hasil hutan tidak habis dan kawasan lindung seperti Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) yang merupakan menara air tiga negara, Taman Nasional Bukit Baka dan lain-lainnya tidak musnah. (publishing in Borneo Tribun, 10 November 2007) Baca Selengkapnya.....
PONTIANAK—Beberapa kabupaten yang akan dimekarkan menjadi wilayah Provinsi Kapuas Raya (PKR) di Timur Kalbar adalah kawasan Heart of Borneo (HoB) dan juga paru-paru dunia. Karena itu pemerintah hendaknya lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan pembangunan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) pendukung kelangsungan provinsi tersebut.
Demikian diingatkan dua Non Government Organization (NGO) lingkungan di Kalbar, Jumat (9/10) kemarin.
“Yang harus di ingat pemerintah adalah prinsip kehati-Hatian, dengan kata lain, pemerintah harus memperhatikan hak masyarakat adat atau local atas akses dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan,” kata Koordinator Program HoB, WWF Kalbar Bambang Bider.
Menurutnya pemekaran sah-sah saja dan baik adanya. Sebab pemekaran suatu wilayah dapat memberikan konstribusi bagi masyarakat, terutama untuk memperpendek rentang masyarakat dalam urusan administrasi. Kemudian juga pemerataan pembangunan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri.
“Jang penting juga adanya pembagian atau pemerataan keuntungan yang transparan dan menguntungkan,” kata Bambang yang juga Sekretaris Pokja HoB Kalbar.
Beberapa prinsip kehati-hatian yang harus diperhatikan kata Bambang adalah adanya pola kerja sama multi pihak seperti pemerintah nasional, pemerintah daerah, LSM, pelaku usaha dan kelompok masyarakat adat atau lokal. Yang kedua upaya advokasi pengelolaan kolaboratif kepada penentu kebijakan dan pihak lain yang di dalamnya mencakup pemahaman tentang pembagian manfaat secara adil, proses pengambilan keputusan yang demokratis dan bertanggung jawab serta keseimbangan antara aspek kesejahteraan masyarakat dan pelestarian kawasan konservasi. Ketiga adanya visi bersama multi pihak tentang kebijakan pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan aspek ekologi, social dan hukum untuk kesejahteraan masyarakat sekarang dan generasi mendatang. Keempat upaya membangun kesepakatan penyelesaian konflik, termasuk di dalamnya mekanisme dan kelembagaan yang dapat diterima dan dipahami oleh budaya masyarakat setempat. Kelima, kajian lingkungan dan pengembangan kebijakan pembayaran atas jasa-jasa lingkungan (Payment for Environmental Services) yang disusun dan dilaksanakan secara partisipatif dan pendekatan multi pihak. Keenam, didorongnya kebijakan alokasi anggaran nasional dan daerah-daerah yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor budget policy).
Di tempat terpisah, Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendi Chandra berkomentar lebih keras. Dia memberi warning kepada pemerintah agar tidak menjadikan kelapa sawit sebagai komoditi andalan lagi dalam menggenjot pendapatan daerah, khususnya di PKR nanti.
Dari pengalaman yang ada Hendi melihat kalau Dinas terkait lebih sering menjadi fasilitator yang hanya bisa menjual lahan kepada investor.
“Mengapa tidak mengembangkan komoditi lain?” kata Hendi.
Selama ini lanjutnya, investor lebih banyak bermain dengan pemerintah. Sehingga persoalan lingkungan sering diabaikan.
Dari pengalaman ini menurut Hendi fungsi kontrol sosial harus dibangun untuk mengantisipasi supaya hasil hutan tidak habis dan kawasan lindung seperti Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) yang merupakan menara air tiga negara, Taman Nasional Bukit Baka dan lain-lainnya tidak musnah. (publishing in Borneo Tribun Baca Selengkapnya.....
Template by : Andreas aan kasiangan.blogspot.com