Kasih Itu

Sabar, Murah Hati, Tidak Cemburu, Tidak Memegahkan Diri, Tidak Sombong, Tidak Melakukan Yang Tidak Sopan, Tidak Mencari Keuntungan Diri Sendiri, Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain, Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan, Menutupi Segala Sesuatu, Percaya Segala Sesuatu, Mengharapkan Segala Sesuatu, Sabar Menanggung Segala Sesuatu.

Senin, 18 Februari 2008

Jadikan Hutan Tropis Sebagai Icon Kalbar

Hartono
Borneo Tribune, Pontianak

Kerusakan hutan tropis yang terjadi di Kalbar semakin meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan diperkirakan akan mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan penebangan liar, pengalihan fungsi lahan, eksploitasi hutan yang berlebihan dan lain-lain.
Demikian diungkapkan koordinator tim kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Hendi Candra, ketika ditemui di ruang kerjanya Jumat (15/2)
Sumber Mangrove Information Center 2006 menyebutkan, Indonesia laju kerusakan hutannya mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas 50% dari total luas yang ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan arif dan segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan lagi
Menurut Hendi penebangan hutan baik hutan darat maupun hutan mangrove secara berlebihan tidak hanya mengakibatkan berkurangnnya daerah resapan air, abrasi, dan bencana alam seperti erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan hilangnya pusat sirkulasi dan pembentukan gas karbon dioksida (CO2) dan oksigen O2 yang diperlukan manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Masih menurutnya kebanyakan orang (khususnya para pengusaha yang memperjualbelikan hasil kayu hutan, investor yang mengembangkan usahanya dengan menebang hutan dan digantikan dengan tanaman lainnya seperti kelapa sawit atau menggantinya dengan usaha lain seperti tambak dan oknum pejabat yang mengeluarkan izin untuk penebangan kayu di hutan) menutup mata dan sama sekali tidak merasa bersalah dan berdosa terhadap bencana-bencana alam yang sudah, sedang dan akan terjadi sehubungan dengan kegiatan yang mereka lakukan.Berangkat dari persoalan itu Hendi menilai, miskinnya kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan bagi orang-orang tersebut harus ditingkatkan secara khusus di era yang sedang gencar-gencar membicarakan tentang global warming karena model pendidikan lingkungan yang biasanya dilakukan sudah tidak mampu lagi untuk menyadarkan manusia-manusia serakah.
“Permasalahannya adalah ketika kita mau mempromosikan wisata alam, selalu terbentur dengan persoalan administrasi pemerintah karena pemerintah lebih gencar dengan isu pembangunan yang sifatnya monokultur yang kemudian dialihkan kepada agroforestry seperti sawit,” ujarnya
Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, di mana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan atau atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan"
Hutan alam tropis yang tersisa menurutnya hanya pada hutan lindung nasional dan itu pun menjadi ancaman yang sangat serius, pasalnya taman-taman nasional menjadi kegiatan logging baik yang sifatnya legal maupun illegal.
Menyikapi persoalan itu Hendi melihat, pemerintah maunya yang sifatnya instan di samping memikirkan bagaimana ketika kalbar yang aikonnya hutan tropis, yang harusnya laku dijual di dunia tetapi tidak mampu diberdayakan dan dimanfaatkan, malah sebaliknya pemerintah hanya bisa mengembangkan tanaman yang sifatnya sejenis atau agroforetry yang dinilai kurang tepat jika dikembangkan di Kalbar.“Kalau kita punya hutan alam tropis kenapa tidak digarap menjadi taman wisata alam yang luar biasa, sebab jika itu mampu digarap pemerintah secara langsung dapat mendatangkan investasi-investasi bidang parawisatsa di Kalbar,” tukasnya
Permasalahan lain menurutnya, ketika ada investasi yang hendak masuk terutama investasi wisata alam tetapi pemerintah tidak dapat mempersiapkan infrastruktur. selanjutnya pemerintah juga tergolong hobi mempersulit perizinan, artinya ketika investasi wisata ingin berinvestasi, oknum-oknum pejabat menganggap itu merupakan rejeki pribadi atau yang biasa disebut dengan uang pelicin dan sebagainya padahal seharusnya tidak demikian, sebab semua prosedurnya sudah jelas.
“Oknum-oknum pejabat inilah yang membuat wisata alam di Kalbar menjadi rusak, mereka maunya terima duit yang sifatnya instan, selain itu mereka juga lebih tertarik pada investasi perkebunan ketimbang mengembangkan wisata alam yang sudah ada padahal ini menjadi icon-nya Kalimantan khususnya kalbar” terang Hendi
“Jika pemerintah betul-betul peduli, masih banyak investasi alam yang dapat dikembangkan di kalbar sebagai pendapatan asli daerah,” imbuhnya
Terang hendi, hutan tropis yang masih bisa dijadikan sebagai wisata alam di Kalbar adalah taman nasional seperti Danau sentarum, dan Betung Kerihung. Agar taman nasional tersebut tidak terancam dari kepunahan, pemerintah harus ekstra dan mau bekerja keras untuk mengelola taman nasional itu menjadi sebuah aikon hutan tropis Kalbar.
“Jangan lagi ada konspirasi-konspirasi yang luar biasa,”tandasnya.
Terkait perhatian yang diberikan pemerintah terhadap wisata alam Hendi menyebutkan masih kurang bahkan hampir tidak ada, sebab orientasinya kepada sistem ekonomi instan yang sifatnya sesaat bukan jangka panjang.
Hendi mencontohkan dengan Bali. Dikatakannya meskipun Bali memiliki pulau yang kecil tetapi pemerintahnya punya komitmen untuk menjaga dan melindungi setiap sel kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat.
Dikatakan Hendi kehancuran alam mulai terjadi di Kalbar sejak tahun 1993, hal ini diakibatkan oleh pengambilan HPH kayu atau hasil hutan tropis yang sangat besar-besaran, selanjutnya perkebunan monokultur dari tahun 1990-an, sekarang hutan tersebut hampir tidak ada, yang tertahan hanyalah hutan taman nasional dan itupun terancam purnah sebab semakin maraknya pencurian kayu
Hendi membandingkan orang-orang barat, mereka tidak mau alam wisata yang sifatnya buatan, mereka lebih senang dengan alam wisata yang sifatnya natural atau alami, misalnya binatang yang masih alami dan hutan alam tropis. Pemerintah hanya bisa membuat konsep namun tidak pernah dilakukan, kenapa pemerintah tidak bisa mencontohkan seperti Malaysia yang hutan alam tropisnya terkenal dimata dunia.

Tidak ada komentar:

Template by : Andreas aan kasiangan.blogspot.com