Kasih Itu

Sabar, Murah Hati, Tidak Cemburu, Tidak Memegahkan Diri, Tidak Sombong, Tidak Melakukan Yang Tidak Sopan, Tidak Mencari Keuntungan Diri Sendiri, Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain, Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan, Menutupi Segala Sesuatu, Percaya Segala Sesuatu, Mengharapkan Segala Sesuatu, Sabar Menanggung Segala Sesuatu.

Senin, 05 Mei 2008

Pemerintah Harus Mengatur Pola

Hartono
Borneo Tribune, Pontianak

Agar masyarakat Kalbar tak menjadi gelandangan di tanahnya sendiri kelak, pemerintah diharapkan mengatur pola perkebunan kelapa sawit yang tepat. Jika hal itu tidak segera dilakukan maka kedepan Kalbar akan menuai kebangkrutan dan konflik yang lebih besar.
Demikian diungkapkan mantan anggota DPRD kabupaten Sanggau, Frans Anes Sabtu (3/5).
“Jika tidak diatur dan pengusaha tetap menerapkan pola lama maka, petani sawit di Kalbar akan bangkrut dan tak punya tanah milik lagi,” kata Anes.
Yang dimaksud Andes adalah pola 8:2. Dimana petani harus menyerahkan 10 hektar tanahnya, 8 hektar untuk inti dan 2 hektar plasma untuk petani. Artinya petani kehilangan 8 hektar tanahnya. Gilirannya para alhi waris memerlukan tanah tersebut, jika yang tersisa cuma 2 hektar, sementara ahli warisnya banyak, maka yang akan timbul kemudian adalah konflik. Sementara hasil kebun miliknya tidak mampu mensejahterakan kelurga petani tersebut. Inilah mendorongnya meminta pemerintah serius mengatur secara tepat, pola perkebunan sawit yang telah ada di Kalbar.
Dalam revitalisasi pertanian menurutnya yang harus dilakukan adalah land reform oleh pemerintah. Setakat ini menurut Anes ada dua pola yang cukup baik diterapkan perusahaan sawit di Kalbar, yaitu pola revitalisasi yang dilakukan oleh PTPN13 dan pola 3,5 hektar oleh PT PT Surya Borneo Indah Group (SBI), termasuk PT Agrindo Prima Niaga (APN). Kepada para pengusaha perkebunan, dia meminta untuk tidak membujuk rakyat menebangi kebun karet mereka. Sebab kata Anes, perkebunan karet adalah sector yang paling akrab dengan petani di Kalbar. Harga karet juga sedang baik saat ini.
Kekuatiran Anes ini bukan tidak beralasan, dari data Dinas Perkebunan Kalbar yang dikutip majalah ekonomi dan bisnis TRUST, izin lahan yang sudah diberikan untuk perkebunan sawit, hingga September 2007, mencapai 4,145 juta hektare. Yang sudah direalisasikan baru 9% saja. Di seluruh Borneo saat ini 1,8 hektare sampai 2 juta hectare lahannya sudah hijau oleh sawit. Lebih besar ketimbang di Sulawesi (1,2 juta hektare) dan Papua (1,4 juta hektare). Secara keseluruhan lahan sawit di Indonesia mencapai 5,4 juta hektare. Sekarang Indonesia ingin menyaingi Malaysia yang merupakan pengekspor CPO terbesar di dunia yaitu menguasai 42% pasar internasional (15,2 juta ton). Sedangkan Indonesia masih di urutan kedua yaitu 37% (11,3 juta ton).
Sawit wacht online mempublikasikan bahwa rata-arata perkebunan besar kelapa sawit di Kalbar menaggunakan pola 7 (Inti/perusahaan) berbanding 3 (petani/plasma), maka luasan perkebunan sawit sekitar 7,067,711 Ha yang dikuasai perusahaan ialah sekitar 4,947,397.7 Ha, sedangkan pemilik Plasma/petani Cuma seluas 2,120,313.3 Ha.
Beberapa waktu lalu Gubernur Kalbar Cornelis MH meminta para bupati se-Kalbar melakukan evaluasi terhadap izin perkebunan sawit yang sudah dikeluarkan. Bupati juga diminta menghentikan pengeluaran izin baru untuk perkebunan sawit.
Pengusaha ekspor-impor asal Cirebon, yang bisnisnya berbasis IT, Tonton Taufik mengatakan potensi pertanian Kalbar sangatlah besar. Ini mengingat Borneo sendiri adalah pulau terbesar ketiga setelah Greenland dan Papua. Bagian terbesar Borneo (539.460 km2 atau 73%) terletak di wilayah Indonesia, yaitu Kalimantan. Sementara Kalbar luasnya satu setengah pulau jawa dan Bali.
“Saya ingin sekali menjual hasil bumi Kalimantan Barat,” ujarnya ketika bertandang ke Kalbar beberapa waktu lalu.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Evaluasi reklmasi kalimantan barat

Template by : Andreas aan kasiangan.blogspot.com